Jumat, 17 Juni 2011


    •  
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan–keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikaskan hasilnya. Mukminan (2003:2) menyatakan bahwa pendekatan yang sekarang dikenal dengan keterampilan proses dan cara belajar siswa aktif (CBSA) masih belum banyak terwujud, serta pembelajaran kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual.
Pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu siswa. Dimyati dan Mudjiono (2002:138) memuat ulasan pendekatan keterampilan proses yang diambil dari pendapat Funk (1985) sebagai berikut: (1) Pendekatan keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan; (3) Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan. Pendekatan Keterampilan Proses sains memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan (Dimyati dan Mudjino, 2002:139). Dari uraian di atas dapat diutarakan bahwa dengan penerapan pendekatan keterampilan proses menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-intelektual siswa. Hal ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan.
Selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari secara obyektif dan rasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains merupakan kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk-produk sains. Keterampilan proses dalam pengajaran sains merupakan suatu model atau alternatif pembelajaran sains yang dapat melibatkan siswa dalam tingkah laku dan proses mental, seperti ilmuwan. Funk (1985) dalam Dimyati dan Mudjiono, (2002: 140) mengutarakan bahwa berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integarted skill). Keterampilan proses dasar meliputi kegiatan yang berhubungan dengan observasi, klasifikasi, pengukuran, komunikasi, prediksi, inferensi. Bila kita kaji lebih lanjut sebagai berikut.
      1. Observasi
Melalui kegiatan mengamati, siswa belajar tentang dunia sekitar yang fantastis. Manusia mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan melibatkan indera penglihat, pembau, pengecap, peraba, pendengar. Informasi yang diperoleh itu, dapat menuntut interpretasi siswa tentang lingkungan dan menelitinya lebih lanjut. Kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu serta hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan pancaindra. Dengan obsevasi, siswa mengumpulkan data tentang tanggapan-tanggapan terhadap objek yang diamati.
2. Klasifikasi
Sejumlah besar objek, peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar, lebih mudah dipelajari apabila dilakukan dengan cara menentukan berbagai jenis golongan. Menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. Keterampilan mengidentifikasi persamaan dan perbedaan berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud.

3. Komunikasi
Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Keterampilan menyapaikan sesuatu secara lisan maupun tulisan termasuk komunikasi. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai penyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 143). Contoh membaca peta, tabel, garfik, bagan, lambang-lambang, diagaram, demontrasi visual.
4. Pengukuran
Mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Keterampilan dalam menggunakan alat dalam memperoleh data dapat disebut pengukuran.
5. Prediksi
Predeksi merupakan keterampilan meramal yang akan terjadi, berdasarkan gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati. Dimyati dan Mudjiono (2002: 144) menyatakan bahwa memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan.
    6. Inferensi
Melakukan inferensi adalah menyimpulkan. Ini dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui.


B. KETERAMPILAN PROSES TERINTEGRASI
Keterampilan terintegrasi merupakan perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih. Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, hipotesis ekperimen.
1. Identifikasi Variabel
Keterampilan mengenal ciri khas dari faktor yang ikut menentukan perubahan.
2. Tabulasi
Keterampilan penyajian data dalam bentuk tabel, untuk mempermudah pembacaan hubungan antarkomponen (penyusunan data menurut lajur-lajur yang tersedia).
3. Grafik
Keterampilan penyajian dengan garis tentang turun naiknya sesuatu keadaan
4. Deskripsi hubungan variabel
Keterampilan membuat sinopsis/pernyataan hubungan faktor-faktor yang menentukan perubahan.
5. Perolehan dan proses data
Keterampilan melakukan langkah secara urut untuk meperoleh data
6. Analisis penyelidikan
Keterampilan menguraikan pokok persoalan atas bagian-bagian dan terpecahkannya permasalahan berdasarkan metode yang konsisten untuk mencapai pengertian tentang prinsip -prinsip dasar.
    7. Hipotesis
Keterampilan merumuskan dugaan sementara.
8. Ekperimen
Keterampilan melakukan percobaan untuk membuktikan suatu teori/penjelasan berdasarkan pengamatan dan penalaran.
Keterampian proses seperti yang diutarakan oleh Funk merupakan keterampilan proses yang harus diaplikasikan pada pendidikan di sekolah oleh guru. Pembelajaran sains menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengembangkan sikap ilmiah. Hal ini bisa tercapai apabila dalam pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses baik keterampilan proses dasar maupun keterampilan proses terintegrasi (terpadu) seperti terungkap di atas.
Keterampilan memperoleh pengetahuan yang ingin dibentuk adalah daya pikir dan kreasi. Daya pikir dan daya kreasi merupakan indikator perkembangan kognitif. Para ahli psikologi pendidikan menemukan bahwa pekembangan kognitif bukan merupakan akumulasi kepingan informasi atau kepingan perubahan informasi yang terpisah, tetapi merupakan pembentukan oleh anak suatu kerangka atau jaringan mental untuk memahami lingkungan.
C. INQUIY
Menurut Supriyono Koes H (2003), inkuiri dapat dikatakan sebagai suatu metode yang mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan atau informasi, atau mempelajari suatu gejala. Oleh karena Sains merupakan cara berpikir dan bekerja yang setara dengan kumpulan pengetahuan, maka dalam pembelajaran Sains perlu menekankan pada cara berpikir dan aktivitas saintis melalui metode inkuiri. Wayne Welch, telah memberikan argumentasi, bahwa teknik-teknik yang diperlukan untuk pembelajaran Sains sama dengan teknik-teknik yang digunakan untuk penyelidikan ilmiah. Metode-metode yang digunakan oleh para saintis harus menjadi bagian integral dari metode pembelajaran Sains. Metode ilmiah dapat dianggap sebagai proses inkuiri. Dengan demikian inkuiri seharusnya menjadi “roh” pembelajaran Sains.Welch telah mengidentifikasi lima sifat pembelajaran inkuiri, yaitu:

a. Pengamatan
Sains diawali dengan pengamatan materi atau gejala. Pengamatan merupakan langkah awal dalam proses inkuiri
b. Pengukuran
Dalam Sains diperlukan deskripsi kuantitatif suatu objek dan gejala melalui pengukuran
c. Eksperimentasi
Eksperimen melibatkan pertanyaan-pertanyaan, pengamatan-pengamatan dan pengukuran. Eksperimen merupakan landasan Sains yang dirancang untuk menguji pertanyaan-pertanyaan dan ide-ide
d. Komunikasi
Komunikasi merupakan bagian yang esensial dari proses inkuiri.
e. Proses-proses mental
Welch mendeskripsikan beberapa proses berpikir yang merupakan bagian integral dari inkuiri ilmiah, yaitu: penalaran induktif, merumuskan hipotesis dan teori, penalaran deduktif, analogi, ekstrapolasi, sintesis dan evaluasi.
Terdapat beberapa model inkuiri, yaitu: inkuiri induktif terbimbing dan tak terbimbing, inkuiri deduktif, dan pemecahan masalah. Sebagai contoh, seorang guru yang membawa siswanya keluar kelas dan meminta mereka untuk menentukan titik api sebuah lensa cembung merupakan aktivitas yang melibatkan siswa untuk melakukan inkuiri induktif terbimbing. Inkuiri induktif terbimbing merupakan bentuk pembelajaran yang berpusat pada guru. Sebaliknya, inkuiri induktif tak terbimbing merupakan inkuiri yang berpusat pada siswa. Metode ini memungkinkan siswa memilih gejala dan metode penyelidikan. Dalam bentuk inkuiri induktif, siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran tentang konsep dan gejala Sains melalui pengamatan, pengukuran dan pengumpulan data untuk menarik kesimpulan. Dalam inkuiri deduktif, siswa mengawali belajarnya melalui topik yang besar, kesimpulan, atau konsep umum dan bergerak menuju ke asus-kasus khusus. Memecahkan masalah merupakan bentuk lain pembelajaran inkuiri. Guru yang menerapkan metode pemecahan masalah akan menggunakan perspektif bahwa siswa-siswa akan mengusulkan penyelesaian masalah dan mengajukan rekomendasi ke arah apa yang harus dikerjakan agar terjadi perubahan, peningkatan, pembetulan, pencegahan atau situasi yang lebih baik.
Dalam pembelajaran Sains, guru diharapkan memiliki filosofi inkuiri, sehingga akan lebih berperilaku sebagai fasilitator pembelajaran, sedangkan siswa ditempatkan sebagai pusat pembelajaran. Oleh arena itu inkuiri merupakan filosofi utama dalam proses pembelajaran sains. Namun demikian, dalam pembelajaran Sains perlu juga digunakan metode pembelajaran lainnya
D. DISCOVERY LEARNING
J. Bruner telah mengembangkan belajar penemuan (discovery learning) yang berdasarkan kepada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Pada discovery learning siswa didorong untuk belajar secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip. Menurut Carin (1985), discovery merupakan suatu proses di mana anak atau individu mengasimilasi proses konsep dan prinsip-prinsip. Discovery terjadi apabila siswa terlibat secara aktif dalam menggunakan mentalnya agar memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan untuk menemukan konsep atau prinsip. Proses-proses mental itu melibatkan perumusan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, melaksanakan eksprimen, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menarik kesimpulan. Di samping itu juga diperlukan sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu dan terbuka (inilah yang dimaksud dengan sikap ilmiah).Discovery learning memiliki beberapa keuntungan, yaitu: (1) pengetahuan ang diperoleh dapat bertahan lebih lama dalam ingatan, atau lebih mudah diingat, dibandingkan dengan cara-cara lain, (2) dapat meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi untuk memecahkan permasalahan, (3) dapat membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi sisa untuk bekerja terus sampai mereka menemukan jawabannya.

Minggu, 12 Juni 2011


                                     
         

ETIKA,MORAL DAN ETIKET.

Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’ yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha.Ethos mempunyai banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa,padang rumput,kandang, kebiasaan/adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan artita ethayaitu adat kebiasaan. Arti dari bentuk jamak inilah yang melatar-belakangi terbentuknya istilah Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens,2000). Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap. Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta, sejak 1953 – mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai : “ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 mengutip dari Bertens 2000),mempunyai arti:1.Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban  moral (akhlak), 2.kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak,3.nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat. Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu. Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti. Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar “Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap. K.Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke 1 Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut:1.nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.Misalnya,jika orang berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf social, 2.kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kodeetik. Contoh: Kode Etik Jurnalistik, 3.ilmu tentang yang baik atau buruk. Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan filsafat moral.

Pengertian Moral

Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin. Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai dan norma-norma yang tidak baik. Moralitas’ (dari kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan ‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.

Pengertian Etiket

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata “etiket”, yaitu: 1.Etike t(Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang barang itu. 2.Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu  baik.

Perbedaan Etiket dengan Etika

K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4 (empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu : 1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan. Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap melanggar etiket. Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja makan, maka saya dianggap melanggar etiket. Tetapi kalau saya sedang makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar etiket jika saya makan dengan cara demikian.
Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal: Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan, bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan tangan atau bersendawa waktu makan. Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh” merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar. 4.Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang tampil sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangat sopan dan halus, tapi didalam penuh kebusukan. Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang sungguh-sungguh baik.